Laung Kabar Pencabik Separuh Jiwa
Ricky Syah R
Bagi jiwa yang terluka, malam adalah mimpi buruk yang menyesakkan. Nyanyian jangkrit dan laungan angin adalah sempurna mencekam diri yang hampa. Melalui malam dengan jiwa yang terluka, bagai menelan ribuan pil pahit yang tak dikehendaki. Bahkan panas yang tak ada, jua harus menelannya. Atau serupa berjalan di atas duri dengan setengah terpaksa. Meski tak mau, tapi harus! Begitulah perihnya.
Adalah kebohongan yang tak bisa disimpulkan lewat paras muram. Bagaimana mungkin akan mampu bila separuh jiwanya hancur. Berkeping seribu puing. Tidaklah separah itu jika kabar yang menimpa dengan tiba-tiba dapat melenyapkan bahagia. Padahal baru kemarin senyum itu mengukir lembut di setiap puji. Binar itu memancar indah di kelopak mata. Semu merah merekah di pipi.
Aduhai, malang nian Tuan Bujang itu, ia harus menelan pahit kabar dalam bahagia. Tatkala secercah bangga telah tampak di mata, namun terpadamkan oleh suara yang berdering tanpa salam meneriaki telinga.
Aduhai, malang nian Tuan Bujang di sudut sana, tanpa ia tahu soalan dan duduk masalahnya, tetiba badai kencang menggoyahkan pendirian. Hampir saja ia rubuh bagai kayu lapuk dimakan masa, tapi untung pondasi masih kuat dengan balutan iman. Alhamdulillah. Meskipun demikian, sakit yang melanda akan tetap terasa, hingga malam habis sahajanya.
Aduhai, malang nian si Tuan Bujang, pagi-pagi telah ceria, tetapi sirna oleh sebab yang tak pernah ia duga. Timbang dan timbang, akan durhaka bila berbuat laung suara. Timbang dan timbang, siapa salah? Diam. Ya, hanya diam.
Baiklah, kau harus tahu sesuatu. Dalam hidup semua telah direncana. Siapa? Siapa lagi kalau bukan yang mencipta dunia dan seisinya. Bukankah kau dahulu pernah berkata, “pasanglah pelindung di bawah tangga. Agar jika kau jatuh nanti, ada pelindung itu yang menanti. Menahanmu biar tak terlalu terluka.”
Duhai benar kata orang bijak itu. “Kita akan diuji dengan kata-kata kita” Benar juga pepatah itu. “Semakin tinggi pohon, maka semakin kencang angin menerpa.” Tak salahlah pula slogan laju itu. “Badai pasti akan berlalu.”
Dan Allah masih bersamamu, Bujang!
Banda Aceh, Mei 2015
Belum ada komentar.
-
Arsip
- Oktober 2016 (1)
- Oktober 2015 (1)
- Juni 2015 (1)
- Mei 2015 (2)
- Januari 2015 (1)
- Desember 2014 (2)
- Oktober 2014 (2)
- September 2014 (1)
- Agustus 2014 (1)
- Mei 2014 (1)
- April 2014 (2)
- Februari 2014 (3)
-
Kategori
-
RSS
Entries RSS
Comments RSS
Tinggalkan komentar