Masterkata

Aku Menulis Sebab Aku Mencintai Kata-kata

Pelaut Senja

Dimuat: Rakyat Aceh
pada: 7 Desember 2014

Ricky Syah R

cerpenSenja, apa kau pernah mendengar rintihan hati seseorang yang sedang terluka? Apa kau pernah merasakannya jua? Kurasa tidak. Kau hanya bisa tersenyum. Sebab setiap petang burung-burung itu berformasi indah di depanmu, setiap petang laut itu menyambut indah dirimu, dan juga setiap petang anak-anak itu berlarian girang kala siluet merah datang. Dan kau tiba membungkusnya. Semua diam tanpa bahasa.
Apa kau tahu arti kehilangan? Tidak. Kau tak tahu sama sekali. Apa kau pernah merasa dicintai? Ah, kalau itu. Kuyakin saat pertama kau dicipta pasti ada. Tapi, apa kau pernah tahu betapa padihnya hati manusia ini yang setiap petang kala kau datang menatap sayu lautan biru yang mulai kemerahan? Tidak juga. Kau tak akan pernah merasakan itu. Sebab hidupmu sempurna, tak cacat secuil pun.
Sekarang akan masuk bulan keberkahan yang ke lima. Dan aku masih belum bisa menepis sedih ini. mereka tetap saja menghinaku, mengolokku, dan juga mengataiku. Tiga tahun yang lalu aku dikatai lagi. Aku ini anak yang ditinggal Ayah. Tapi aku diam. Namun hatiku menangis. Bukan sebab perkataan itu, tapi benar Ayahku hingga saat ini belum juga kembali.
“Ayahmu tak akan pulang lagi.” Ucap si Uja, anaknya Bang Udi. Aku hanya diam saja.
“Kau tak akan pernah disayangi seorang Ayah.” Ujarnya lagi sambil ketawa dan pergi. Dan aku masih tak bersuara. Hanya menatap anak itu tajam.

Senja, bicaralah satu patah kata. Aku ingin mendengar suaranmu yang kata mereka kau indah bak merak. Cobalah kau beri aku saran terbaik dari masalah ini. Ah, apa kau sama seperti si Uja? Yang bisa tertawa kala orang menderita? Kalau begitu, aku percuma terus berkeluh di sini, menunggumu bicara. Kau sama saja. Atau jangan-jangan kau juga pasti menyangka aku betul Anak yang ditinggal pergi Ayah. Sebab kau tak pernah melihat Aku ke sini bersama Ayahku. Baca lebih lanjut

Desember 10, 2014 Posted by | Cerpen | Tinggalkan komentar

Gundah (mencari jawaban)

Oleh: Asyam Syah

gambar 2 pintuMalam sialan!

Aku mengumpat seperti biasa kulakukan. Memaki rembulan, kucaci bintang, tak henti sampai mulut penat melakukan.

Malam bajingan!

Aku membenci kehidupan. Ketakadilan, kesakitan, kebencian, kepalsuan atas kelakuan. Dan aku lelah, gelap-terlelap.

***

Tak ada kata terselip di bibir

Meski satu frasa tentang tabir

Bilik senyum terselubung rindu

Memekat dalam dada sesak rasa

Menapaki jejak kehidupan

Demi hari esok yang berkecukupan

Menahan perih, pedih, juga geliat manja

Amboi, sudah lama kira rasa

Menyeludup semenjak semula

Tak bisa menepisnya meski nestapa

Menahan dan menahannya saja

Aku seperti melihat malaikat beridiri

Memberi kata yang tak bisa kumengerti

Amboi, kisah hidup memang misteri Baca lebih lanjut

Desember 6, 2014 Posted by | Sajak | Tinggalkan komentar